Oleh: Moh. Elfan Falah
PEMBAHASAN
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.[1]
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran
dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan
tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai
sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku
sehari-hari.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara
yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pada
prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar
isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat.
ü Kerangka
dasar dan struktur kurikulum,
ü Beban
belajar,
ü Kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
ü Kalender
pendidikan.
Pemberlakuan
KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala
sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata
lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak
ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite
sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan
keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan
sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP
dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik.
1. Tujuan
diadakannya KTSP
Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan KTSP pada
setiap jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Secara
umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga
pendidikandan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus
tujuan diterapkannya KTSP adalah.
a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang
akan dicapai[2].
Menurut Ny.
Popong usia antara nol hingga lima tahun merupakan usia emas dimana anak-anak
harus diberikan ilmu budi pekerti dan dibentuk karakternya bukan dijejali
dengan permasalahan yang belum waktunya. “Jadi jangan salahkan anak kalau
sampai ada peristiwa siswa atau mahasiswa menurunkan bendera lalu
menginjak-injak dan kini banyak terjadi tawuran, karena itulah produk dari
pendidikan kita, yang mengesampingkan pendidikan karakter”[3].
Untuk
pembeharuan suatu kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikkulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan mesyarakat
yang senantiasa berubah dan terus berkembang.
Untuk melakukan
suatu pembaharuan kurikulum maka perlu dibutuhkan proses yang menunjukkan bahwa
perubahan kurikulum dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental,
kemudian diikuti oleh perubahan struktural. Pada umumnya perubahan struktural
kurikulum menyangkut komponen kurikulum
yakni:
Perubahan dalam
tujuan kurikulum. Perubahan ini haus didasarkan pada pandangan
hidup masyarakat dan falsafah bangsa, mengenai manusia indinesia yang hendak
diwujudkan melalui proses pendidikan.
Perubahan isi
dan struktur kurikulum. Perubahan ini meninjau struktur maa-mata
pelajaran yang di berikan kepada siswa, termasuk isi dari setiap mata
pelajaran.
Perubahan
strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum
itu sendiri, baik meliputi perubahan teori balajar mengajar, perubahan sistem
administrasi, bimbingan penyuluhan dan lain sebagainya.
Perubahan
sarana kurikulum. Perubahan ini akan menyangkut aspek pada
ketenagaan (guru, tenaga non guru, dan tenaga administrasi) baik dalam arti
kualitas maupun dalam kuantitas.
Pembaharuan
dalam sistem evaluasi kurikulum. Pembaharuan ini akan menyangkut masalah
mencari metode atau cara yang paling feasibel dalam mengukur atau menilai
sejauh mana kurikulum berjalan efektif atau efisien.[4]
Sementara itu
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar. Pada acara
Pelatihan Pembangunan Karakter Bangsa, bertempat di Gander Permata Hotel
mengungapkan “Perombakan kurikulum yang akan dilakukan sudah dalam proses
pembahasan dan hal ini dilakukan karena sangat penting dimana selama ini
anak-anak tidak memiliki waktu dalam membangun karakter dirinya” ujar Musliar.[5]
Saya sangat
setuju dengan apa yang dikemukakan musliar ini, ternyata kita hanya bisa
memperbaiki dan mengemabangkan ke intlektualan kia tanpa harus memperhatikan
sisi atau aspek moralitas dari pada anak didik sendiri. Jadi wajar kalau
misalkan ada anak anak SD sudah melakukan pelanggaran asusila hukum yang sangat
tidak wajar dilakukan untuk seukuran anak SD.
Maka betul apa
yang dikatakan oleh Ny. Popong diatas kta, jadi angan salahkan peserta didik
jika terdapat tauran dijalan dimana-mana, pemerkosaan dan kenakalan-kenakalan
remaja lainnya. Karena memang sudah dari awal kurikulum kita yang hanya
memerhatikan kecerdasa IQ saja tanpa mendidik dan menggembleng pendidikan
moralnya.
Tapi setidaknya
kita dapat memperhatikan langkah kinerja pembaharuan kurikulum menurut Dr.H.
Nana Sudjana. Yaitu diantaranya:
a.
Mengenal atau
mengidentifikasi kebutuhan perubahan kurikulum.
Artinya menilai ada tidaknya masalah-masalah
pokok yang harus dilakukan perubahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penilain
dan pengukuran pendahuluan terhadap kurikulum yang sedang berjalan.
b.
Mobilisasi
suatu perubahan kurikulum.
Setelah ditemukan pokok masalah yang menjadi
garapan perubahan kurikulum, barulah dipikirkan wadah yang akan mengorganisasi
perubahan tersebut.
c.
Studi tentang
masalah dan kebutuhan masyaakat.
Dalam mengembangkan suatu kurikulum,
dibebrerapa negara mengadakan analisis terhadap sektor-sektor masyarakat, baik
masalahnya maupun kebutuhannya.
d.
Studi tentang
karakteristik dan kebutuhan anak didik.
Pada hekikatnya kurikulum itu untuk anak atau
melayani kepentinagn anak didik.
e.
Formulasi
tujuan pendidikan.
Formulasi tujuan merupakan langkah pertama,
yang sangat menentukan dalam proses perubahan kurikulum.
f.
Menetapka
aktifitas belajar dan mata pelajaran.
Setelah merumuskan tujuan pendidikan, langkah
berikutnya memilih dan menerapkan aktivitas belajar, dan mata pelajaran
(sebagai isi kurikulum). Yang memadai, dan menunjang tercapainya tujuan
pendidikan tersebut.
g.
Mengorganisasi
pengalaman belajar dan perencanaaan unit-unit pelajaran.
Dalam mengorganisasi penglaman belajar harus
terlebih dahulu mengenal pola-pola
organisasi kurikulum.
h.
Pungujian
kurikulum yang diperbaharui.
Kurikulum yang telah diperbaharui sebelum
dilaksanakan perlu dicobakan (Trayout) terlebih dahulu agar mencapai hasil yang
optimal.
i.
Pelaksanaan
kurikulum baru.
Para pendidik (guru) sebagai palaksana
kurikulum hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu melalui penataran agar mereka
siap melaksanakannya.
j.
Evaluasi dan
revisi berikutnya.
Evaluasi dan pengembangan kurikulum selanjutnya
tetap dilakukan melalui monitoring yang terencana, terpola dan terperogram[6].
Demikianlah
langkah dan kinerja dalam melakukan pembaharua siuatu kurikulum.
[1]
Sejarah perkembangan kurikulum di indonesia, buku PDF. Suplemen Bahan Ajar.
[2] Mulyasa
(2006: 22-23)
[4]
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah. Dr.H. Nana Sudjana, 2005, Sinar
Baru Algensindo. (Hal. 147)
[6]
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah. Dr.H. Nana Sudjana, 2005, Sinar
Baru Algensindo. (Hal. 148-152)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar