Rabu, 26 Maret 2014

” Bagaimana Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Yang Harus Dibuat Oleh Pemerintah Pada Tahun 2013...?”



Oleh: Moh. Elfan Falah
PEMBAHASAN
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.[1]
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat.
ü  Kerangka dasar dan struktur kurikulum,
ü  Beban belajar,
ü  Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
ü  Kalender pendidikan.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

1. Tujuan diadakannya KTSP
Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikandan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah.
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai[2].
Menurut Ny. Popong usia antara nol hingga lima tahun merupakan usia emas dimana anak-anak harus diberikan ilmu budi pekerti dan dibentuk karakternya bukan dijejali dengan permasalahan yang belum waktunya. “Jadi jangan salahkan anak kalau sampai ada peristiwa siswa atau mahasiswa menurunkan bendera lalu menginjak-injak dan kini banyak terjadi tawuran, karena itulah produk dari pendidikan kita, yang mengesampingkan pendidikan karakter”[3].
Untuk pembeharuan suatu kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikkulum sebagai alat untuk mencapai tujuan, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan mesyarakat yang senantiasa berubah dan terus berkembang.
Untuk melakukan suatu pembaharuan kurikulum maka perlu dibutuhkan proses yang menunjukkan bahwa perubahan kurikulum dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental, kemudian diikuti oleh perubahan struktural. Pada umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen  kurikulum yakni:
Perubahan dalam tujuan kurikulum. Perubahan ini haus didasarkan pada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa, mengenai manusia indinesia yang hendak diwujudkan melalui proses pendidikan.
Perubahan isi dan struktur kurikulum. Perubahan ini meninjau struktur maa-mata pelajaran yang di berikan kepada siswa, termasuk isi dari setiap mata pelajaran.
Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri, baik meliputi perubahan teori balajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan penyuluhan dan lain sebagainya.
Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini akan menyangkut aspek pada ketenagaan (guru, tenaga non guru, dan tenaga administrasi) baik dalam arti kualitas maupun dalam kuantitas.
Pembaharuan dalam sistem evaluasi kurikulum. Pembaharuan ini akan menyangkut masalah mencari metode atau cara yang paling feasibel dalam mengukur atau menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif atau efisien.[4]
Sementara itu Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar. Pada acara Pelatihan Pembangunan Karakter Bangsa, bertempat di Gander Permata Hotel mengungapkan “Perombakan kurikulum yang akan dilakukan sudah dalam proses pembahasan dan hal ini dilakukan karena sangat penting dimana selama ini anak-anak tidak memiliki waktu dalam membangun karakter dirinya” ujar Musliar.[5]
Saya sangat setuju dengan apa yang dikemukakan musliar ini, ternyata kita hanya bisa memperbaiki dan mengemabangkan ke intlektualan kia tanpa harus memperhatikan sisi atau aspek moralitas dari pada anak didik sendiri. Jadi wajar kalau misalkan ada anak anak SD sudah melakukan pelanggaran asusila hukum yang sangat tidak wajar dilakukan untuk seukuran anak SD.
Maka betul apa yang dikatakan oleh Ny. Popong diatas kta, jadi angan salahkan peserta didik jika terdapat tauran dijalan dimana-mana, pemerkosaan dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya. Karena memang sudah dari awal kurikulum kita yang hanya memerhatikan kecerdasa IQ saja tanpa mendidik dan menggembleng pendidikan moralnya.
Tapi setidaknya kita dapat memperhatikan langkah kinerja pembaharuan kurikulum menurut Dr.H. Nana Sudjana. Yaitu diantaranya:
a.      Mengenal atau mengidentifikasi kebutuhan perubahan kurikulum.
Artinya menilai ada tidaknya masalah-masalah pokok yang harus dilakukan perubahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penilain dan pengukuran pendahuluan terhadap kurikulum yang sedang berjalan.
b.      Mobilisasi suatu perubahan kurikulum.
Setelah ditemukan pokok masalah yang menjadi garapan perubahan kurikulum, barulah dipikirkan wadah yang akan mengorganisasi perubahan tersebut.
c.       Studi tentang masalah dan kebutuhan masyaakat.
Dalam mengembangkan suatu kurikulum, dibebrerapa negara mengadakan analisis terhadap sektor-sektor masyarakat, baik masalahnya maupun kebutuhannya.
d.      Studi tentang karakteristik dan kebutuhan anak didik.
Pada hekikatnya kurikulum itu untuk anak atau melayani kepentinagn anak didik.
e.       Formulasi tujuan pendidikan.
Formulasi tujuan merupakan langkah pertama, yang sangat menentukan dalam proses perubahan kurikulum.
f.        Menetapka aktifitas belajar dan mata pelajaran.
Setelah merumuskan tujuan pendidikan, langkah berikutnya memilih dan menerapkan aktivitas belajar, dan mata pelajaran (sebagai isi kurikulum). Yang memadai, dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
g.      Mengorganisasi pengalaman belajar dan perencanaaan unit-unit pelajaran.
Dalam mengorganisasi penglaman belajar harus terlebih dahulu  mengenal pola-pola organisasi kurikulum.
h.      Pungujian kurikulum yang diperbaharui.
Kurikulum yang telah diperbaharui sebelum dilaksanakan perlu dicobakan (Trayout) terlebih dahulu agar mencapai hasil yang optimal.
i.        Pelaksanaan kurikulum baru.
Para pendidik (guru) sebagai palaksana kurikulum hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu melalui penataran agar mereka siap melaksanakannya.
j.        Evaluasi dan revisi berikutnya.
Evaluasi dan pengembangan kurikulum selanjutnya tetap dilakukan melalui monitoring yang terencana, terpola dan terperogram[6].
Demikianlah langkah dan kinerja dalam melakukan pembaharua siuatu kurikulum.


[1] Sejarah perkembangan kurikulum di indonesia, buku PDF. Suplemen Bahan Ajar.
[2] Mulyasa (2006: 22-23)
[3] http://www.pikiran-rakyat.com/node/208212  jam 16.00 Wib. Kamis 10 Januari 2013
[4] Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah. Dr.H. Nana Sudjana, 2005, Sinar Baru Algensindo. (Hal. 147)
[6] Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah. Dr.H. Nana Sudjana, 2005, Sinar Baru Algensindo. (Hal. 148-152)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar