Rabu, 26 Maret 2014

HAK MENGASUH ANAK MENURUT ISLAM DAN UU



HAK MENGASUH ANAK MENURUT ISLAM DAN UU
Mah. Elfan Falah


PENGERTIAN ANAK
Anak mengandung banyak arti apalagi bila kata anak diikuti dengan kata lain misalnya anak turunan, anak kecil, anak sungai, anak negeri, dan lain sebagainya. Anak adalah putra putri kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan agar dapat berkembang mental dan spiritualnya secara maksimal.
Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dianggap dewasa, Menurut penelitian Supomo tentang Hukum. Perdata adat di Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan
seseorang diukur dari segi :
1. Dapat bekerja sendiri
2. Cakap untuk melakukan apa yang di syaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan   bertanggung jawab.
3. Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.
 Pengertian Nafkah. Nafkah berarti belanja, kebutuhan pokok yang dimaksudkan adalah kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang membutuhkannya Sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa yang termasuk dalam kebutuhan pokok itu adalah pangan, sandang, tempat tinggal Sementara ahli figh yang lain berpendapat bahwa kebutuhan pokok itu, hanyalah pangan. Mengingat banyaknya kebutuhan yang di perlukan oleh keluargatersebut maka dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kebutuhan pokok minimal adalah pangan, sedangkan kebutuhan yang lain tergantung kemampuan orang yang berkewajiban membayar atau menyediakannya dan memenuhinya.
A.    Hak-Hak Anak
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat Allah kepada kedua orang tuanya, masyarakat, bangsa dan negara sebagai waris dari ajaran Islam, anak menerima setiap ukiran dan mengikuti semua pengarahan yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu anak perlu dididik dan diajari dengan kebaikan. Menurut Abdullah Bin Abdul Muhsin At Tuna sebagai mana dipaparkan oleh Abdul Rozak Husein dalam bukunya yang berjudul Hak Anak dalam Islam ‘disebutkan bahwa masa kanak-kanak merupakan sebuah periode penaburan benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi yang dapat disebut dengan periode pembentukan. Kepribadian dan karakter dari seorang manusia agar mereka kelak memiliki.
Kemampuan dan kekuatan serta mampu berdiri tegar dalam meniti Kehidupan. Dalam pandangan dunia internasional, hak-hak anak menjadi aktual sejak dibicarakan pada tahun 1942 yang dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa yang menggelompokkan hak-hak manusia dan memuat pula hak asasi anak selain itu hak anak dituangkan dalam declaration on the rights of the child yang dikenal dengan deklarasi hak asasi anak pada
tanggal 20 November 1989.
B.     Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Asuh
Dari ikatan kekeluargaan dapatlah timbul berbagai hubungan, orang yang satu di wajibkan untuk memeliharaan atau alimentasi terhadap orang yang lain, apabila perkawinan melahirkan anak, maka kedudukan anak serta bagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya itu menimbulkan persoalan sehingga memang dirasakan adanya aturan- aturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara mereka. Menurut RI Suharhin, C. disebutkan bahwa demi pertumbuhan anak yang baik orang tua harus memenuhi kebutuhan jasmani seperti makan, minum, tidur, kebutuhan keamanan dan perlindungan kebutuhan untuk di cintai orang tuanya, kebutuhan harga diri (adanya penghargaan) dan kebutuhan untuk menyatakan diri baik, secara tertulis maupun secara lisan. Selain itu M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeliharaan anak adalah :
1. Tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak.
2. Pemeliharaan yang berupa pengawasan, pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut adalah bersifat kontinyu (terus menerus) sampai anak itu dewasa.
C. Kewajiban Orang Tua Menurut Hukum Islam
Pandangan ajaran Islam terhadap anak menempatkan anak dalam kedudukan yang mulia, Anak mendapat kedudukan dan tempat yang istimewa dalam Nash Al-Qur’an dan Al Hadits, Oleh karena itu, anak dalam pandangan Islam harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran, keterampilan dan akhakrul karimah agar anak itu kelak bertanggung jawab dalam menyosialisasikan diri untuk memenuhi
kebutuhan hidup pada masa depan. Dalam pandangan Islam anak adalah titipan Allah SWT Kepada orang tua, masyarakat, bangsa, negara sebagai pewaris dari ajaran islam,
Pengertian ini memberikan hak atau melahirkan hak yang harus diakui, diyakini dan diamankan. Ketentuan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra (17) ayat 31 yang artinya dan janganlah kamu membunuh anakanakmu karena takut kemiskinan. Inilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu, sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang amat besar.
Masalah anak dalam pandangan Al-Qur’an menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya yaitu tanggung jawab syariat islam yang harus diemban dalam kehidupan berumah tangga, masyarakat bangsa dan negara sebagai suatu yang wajib. Ajaran islam meletakkan tanggung jawab dimaksud pada dua aspek yaitu : Pertama, aspek dhuniawiyah yang meliputi pengampunan dan keselamatan di dunia kedua, aspek ukhrawiyah yang meliputi pengampunan dan pahala dari tanggung jawab pembinaan, pemeliharaan dan pendidikan diatas dunia. Jika diperhatikan pengertian kesejahteraan dalam aspek duniawiyah tersebut disini termasuk di dalamnya tentang biaya nafkah
anak Biaya nafkah anak,tidak hanya menyangkut biaya sandang, pangan, dan tempat tinggal anak semata, akan tetapi juga biaya pendidikan anak. Pendidikan ini penting disebabkan dalam ajaran Islam anak merupakan generasi pemegang tongkat estafet perjuangan dan khalifah di muka bumi.
Kehidupan keluarga bagi umat manusia adalah suatu kebutuhan mutlak. Oleh karena itu pasangan suami isteri pasti dituntut untuk dapat menjalankan bahtera keluarganya dengan baik, bagaimana suami menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan bagaimana isteri menjalankan tugas-tugasnya secara benar sebagai wakil dalam keluarganya. Semua ini merupakan suatu persoalan besar dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu sudah seharusnya kita memiliki pedoman yang jelas mengenai ketentuan tanggung jawab orang tua kepada putra putrinya.
Mengenai hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105 (a) ada yang disebut Hadhanah dan Wilayat Al-mal. Hadhanah dalam ilmu fiqh adalah istilah bagi pemeliharaan anak diwaktu kecil baik laki-laki maupun perempuan atau yang belum sempurna akalnya serta belum baliq dan belum dapat berusaha sendiri. Kewajiban ini merupakan kewajiban orang tua baik dikala suami isteri masih utuh ataupun bercerai. Masalah Hadhanah ini tidaklah semata-mata berlaku untuk kedua orang tua saja, akan tetapi kerabat pun dapat ditugaskan melakukan hal tersebut apabila kedua orang tua anak itu tidak mampu atau dianggap tidak cakap.
Sedangkan Wilayat Al-mal yaitu memelihara kekayaan si anak dan kepentingan-kepentingan si anak yang berhubungan dengan harta tersebut. Mengenai pemeliharaan kekayaan si anak harus dilakukan oleh si bapak, kalau tidak ada diganti oleh kakek dari pihak bapak. Tetapi si bapak berkuasa untuk menunjuk orang lain untuk mengurus harta si anak dalam sebuah wasiat. Dalam hal ini sebaiknya ibu dari anak itu yang ditunjuk. Apabila orang-orang tersebut tidak ada lagi, maka kekayaan si anak harus diurus oleh negara.
Kekayaan Wilayat Al-mal ini berlangsung terus sampai anak itu dapat dikatakan Rasyid, yaitu telah mampu mengurus sendiri kekayaannya dan biasanya anak dianggap Rasyid apabila sudah baliq yaitu berumur kurang lebih lima belas tahun. Kalau menurut Undang-undang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) disebutkan ”kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Ayat (2) menyebutkan ”kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antar kedua orang tua putus”.
Menurut pasal ini berarti orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Bila orang tua tidak melaksanakannya atau orang tua berlaku buruk terhadap anak, maka orang tua dapat dicabut kekuasaannnya. Apabila mereka dicabut kekuasaannya maka akan timbul perwalian terhadap anak sesuai dengan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Perkawinan, yaitu ayat (1) ”anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali”. Ayat (2), menyatakan ”perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya”.
Sedangkan mengenai pemeliharaan kekayaan si anak diatur dalam Pasal 48 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan ”orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali anak itu menghendakinya”.
Pasal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap barang tetap milik anak dari perbuatan orang tua yang mungkin dapat merugikan anak tersebut. Dengan sekelumit penjabaran mengenai kewajiban orang tua terhadap anak yang telah kami coba jabarkan di atas, kami berharap para orang tua lebih serius dengan tanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya untuk menjaga dan mencintai anak dengan penuh kasih sayang. Sehingga tercipta anak-anak yang berbakti kepada orang tuanya. Jangan sampai orang tua menjadi durhaka kepada anaknya, da n juga sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar