HAK
MENGASUH ANAK MENURUT ISLAM DAN UU
Mah. Elfan Falah
PENGERTIAN
ANAK
Anak mengandung banyak arti apalagi bila kata
anak diikuti dengan kata lain misalnya anak turunan, anak kecil, anak sungai,
anak negeri, dan lain sebagainya. Anak adalah putra putri kehidupan, masa depan
bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan agar dapat
berkembang mental dan spiritualnya secara maksimal.
Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang
pasti kapan seseorang dianggap dewasa, Menurut penelitian Supomo tentang Hukum.
Perdata adat di Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan
seseorang
diukur dari segi :
1. Dapat
bekerja sendiri
2. Cakap
untuk melakukan apa yang di syaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab.
3. Dapat
mengurus harta kekayaannya sendiri.
Pengertian
Nafkah. Nafkah berarti belanja, kebutuhan pokok yang dimaksudkan adalah kebutuhan
pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang membutuhkannya Sebagian ahli fiqh
berpendapat bahwa yang termasuk dalam kebutuhan pokok itu adalah pangan,
sandang, tempat tinggal Sementara ahli figh yang lain berpendapat bahwa kebutuhan
pokok itu, hanyalah pangan. Mengingat banyaknya kebutuhan yang di perlukan oleh
keluargatersebut maka dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kebutuhan pokok
minimal adalah pangan, sedangkan kebutuhan yang lain tergantung kemampuan orang
yang berkewajiban membayar atau menyediakannya dan memenuhinya.
A.
Hak-Hak
Anak
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat Allah
kepada kedua orang tuanya, masyarakat, bangsa dan negara sebagai waris dari
ajaran Islam, anak menerima setiap ukiran dan mengikuti semua pengarahan yang
diberikan kepadanya. Oleh karena itu anak perlu dididik dan diajari dengan
kebaikan. Menurut Abdullah Bin Abdul Muhsin At Tuna sebagai mana dipaparkan
oleh Abdul Rozak Husein dalam bukunya yang berjudul Hak Anak dalam Islam
‘disebutkan bahwa masa kanak-kanak merupakan sebuah periode penaburan benih,
pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi yang dapat disebut dengan periode
pembentukan. Kepribadian dan karakter dari seorang manusia agar mereka kelak
memiliki.
Kemampuan dan kekuatan serta mampu berdiri
tegar dalam meniti Kehidupan. Dalam pandangan dunia internasional, hak-hak anak
menjadi aktual sejak dibicarakan pada tahun 1942 yang dinyatakan dalam Deklarasi
Jenewa yang menggelompokkan hak-hak manusia dan memuat pula hak asasi anak
selain itu hak anak dituangkan dalam declaration on the rights of the child
yang dikenal dengan deklarasi hak asasi anak pada
tanggal
20 November 1989.
B.
Kewajiban
Orang Tua terhadap Anak Asuh
Dari ikatan kekeluargaan dapatlah timbul
berbagai hubungan, orang yang satu di wajibkan untuk memeliharaan atau
alimentasi terhadap orang yang lain, apabila perkawinan melahirkan anak, maka
kedudukan anak serta bagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya itu menimbulkan
persoalan sehingga memang dirasakan adanya aturan- aturan hukum yang mengatur
tentang hubungan antara mereka. Menurut RI Suharhin, C. disebutkan bahwa demi
pertumbuhan anak yang baik orang tua harus memenuhi kebutuhan jasmani seperti
makan, minum, tidur, kebutuhan keamanan dan perlindungan kebutuhan untuk di cintai
orang tuanya, kebutuhan harga diri (adanya penghargaan) dan kebutuhan untuk
menyatakan diri baik, secara tertulis maupun secara lisan. Selain itu M. Yahya
Harahap menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeliharaan anak adalah :
1.
Tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya
serta mencukupi kebutuhan hidup anak.
2.
Pemeliharaan yang berupa pengawasan, pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut
adalah bersifat kontinyu (terus menerus) sampai anak itu dewasa.
C. Kewajiban Orang Tua Menurut Hukum Islam
Pandangan ajaran Islam terhadap anak
menempatkan anak dalam kedudukan yang mulia, Anak mendapat kedudukan dan tempat
yang istimewa dalam Nash Al-Qur’an dan Al Hadits, Oleh karena itu, anak dalam
pandangan Islam harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan,
pengajaran, keterampilan dan akhakrul karimah agar anak itu kelak bertanggung
jawab dalam menyosialisasikan diri untuk memenuhi
kebutuhan
hidup pada masa depan. Dalam pandangan Islam anak adalah titipan Allah SWT
Kepada orang tua, masyarakat, bangsa, negara sebagai pewaris dari ajaran islam,
Pengertian
ini memberikan hak atau melahirkan hak yang harus diakui, diyakini dan
diamankan. Ketentuan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra (17) ayat 31
yang artinya dan janganlah kamu membunuh anakanakmu karena takut kemiskinan.
Inilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu, sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang amat besar.
Masalah anak dalam pandangan Al-Qur’an menjadi
tanggung jawab kedua orang tuanya yaitu tanggung jawab syariat islam yang harus
diemban dalam kehidupan berumah tangga, masyarakat bangsa dan negara sebagai
suatu yang wajib. Ajaran islam meletakkan tanggung jawab dimaksud pada dua
aspek yaitu : Pertama, aspek dhuniawiyah yang meliputi pengampunan dan
keselamatan di dunia kedua, aspek ukhrawiyah yang meliputi pengampunan dan
pahala dari tanggung jawab pembinaan, pemeliharaan dan pendidikan diatas dunia.
Jika diperhatikan pengertian kesejahteraan dalam aspek duniawiyah tersebut
disini termasuk di dalamnya tentang biaya nafkah
anak
Biaya nafkah anak,tidak hanya menyangkut biaya sandang, pangan, dan tempat
tinggal anak semata, akan tetapi juga biaya pendidikan anak. Pendidikan ini
penting disebabkan dalam ajaran Islam anak merupakan generasi pemegang tongkat
estafet perjuangan dan khalifah di muka bumi.
Kehidupan
keluarga bagi umat manusia adalah suatu kebutuhan mutlak. Oleh karena itu
pasangan suami isteri pasti dituntut untuk dapat menjalankan bahtera keluarganya
dengan baik, bagaimana suami menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga dan bagaimana isteri menjalankan tugas-tugasnya secara benar sebagai
wakil dalam keluarganya. Semua ini merupakan suatu persoalan besar dalam
kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu sudah seharusnya kita memiliki
pedoman yang jelas mengenai ketentuan tanggung jawab orang tua kepada putra
putrinya.
Mengenai hak
dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 105 (a) ada yang disebut Hadhanah dan Wilayat Al-mal. Hadhanah dalam ilmu
fiqh adalah istilah bagi pemeliharaan anak diwaktu kecil baik laki-laki maupun
perempuan atau yang belum sempurna akalnya serta belum baliq dan belum dapat berusaha
sendiri. Kewajiban ini merupakan kewajiban orang tua baik dikala suami isteri
masih utuh ataupun bercerai. Masalah Hadhanah ini tidaklah semata-mata berlaku
untuk kedua orang tua saja, akan tetapi kerabat pun dapat ditugaskan melakukan
hal tersebut apabila kedua orang tua anak itu tidak mampu atau dianggap tidak
cakap.
Sedangkan Wilayat Al-mal yaitu memelihara
kekayaan si anak dan kepentingan-kepentingan si anak yang berhubungan dengan
harta tersebut. Mengenai pemeliharaan kekayaan si anak harus dilakukan oleh si
bapak, kalau tidak ada diganti oleh kakek dari pihak bapak. Tetapi si bapak
berkuasa untuk menunjuk orang lain untuk mengurus harta si anak dalam sebuah
wasiat. Dalam hal ini sebaiknya ibu dari anak itu yang ditunjuk. Apabila
orang-orang tersebut tidak ada lagi, maka kekayaan si anak harus diurus oleh
negara.
Kekayaan
Wilayat Al-mal ini berlangsung terus sampai anak itu dapat dikatakan Rasyid,
yaitu telah mampu mengurus sendiri kekayaannya dan biasanya anak dianggap
Rasyid apabila sudah baliq yaitu berumur kurang lebih lima belas tahun. Kalau
menurut Undang-undang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) disebutkan ”kedua orang tua
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Ayat (2)
menyebutkan ”kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antar kedua orang tua putus”.
Menurut pasal
ini berarti orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak dengan
sebaik-baiknya. Bila orang tua tidak melaksanakannya atau orang tua berlaku
buruk terhadap anak, maka orang tua dapat dicabut kekuasaannnya. Apabila mereka
dicabut kekuasaannya maka akan timbul perwalian terhadap anak sesuai dengan
ketentuan Pasal 50 Undang-undang Perkawinan, yaitu ayat (1) ”anak yang belum mencapai
umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak
berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali”. Ayat (2), menyatakan
”perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya”.
Sedangkan
mengenai pemeliharaan kekayaan si anak diatur dalam Pasal 48 Undang-undang
Perkawinan yang menyebutkan ”orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur
delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali anak
itu menghendakinya”.
Pasal ini
bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap barang tetap milik anak dari
perbuatan orang tua yang mungkin dapat merugikan anak tersebut. Dengan sekelumit
penjabaran mengenai kewajiban orang tua terhadap anak yang telah kami coba
jabarkan di atas, kami berharap para orang tua lebih serius dengan tanggung
jawab dalam menjalankan kewajibannya untuk menjaga dan mencintai anak dengan
penuh kasih sayang. Sehingga tercipta anak-anak yang berbakti kepada orang
tuanya. Jangan sampai orang tua menjadi durhaka kepada anaknya, da n juga
sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar