Rabu, 26 Maret 2014

”JANJI DAN ANCAMAN SERTA PARA PELAKU DOSA BESAR MENURUT ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM”



الْوَعْدُ وَالْوَعِيْدُ
 JANJI DAN ANCAMAN SERTA PARA PELAKU DOSA BESAR MENURUT ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM”
Mah. Elfan Falah
PENDAHULUAN
Maraknya aliran-aliran yang ada di dunia islam ini, terutama aliran teologi sendiri, mengakibatkan para penelaah atas paham-paham teologi ini semakinn rancu akan berfikir dalama mencari kebenaran khususnya dalam masalah-masalah ketuhanan. Anehnya lagi, objek kajian yang berbeda bisa menimbulkan kesimpulan yang bermacam-macam dalam dunia teologi sendiri, satu contoh dalam memahami sifat-sifat Allah misalnya, terdapat beberapa kesimpulan dan bermacam-macam  anggpana mengenai sifat Allah itu sendiri. Dan Akhirnya para pengkonsumsi akan pemahaman itu tak lagi tahu akan hakikat makna Tuhan itu sendiri.
            Dunia mulai berkeluh kesah kalau bisa dikatakan seperti itu kira-kira, sebab, menghawatirkan kepada generasi-generasi islam yang akan datang, kalau generasi islam tidak tahu menahu akan dasar dasar islam itu sendiri itu, maka akan mengekibatkan jadi apa islam itu nantinya mendatang.
            Oleh karena itu, saya mengangkat tema yang berjudul “ janji dan ancaman dan para pelaku dosa besar menurut alira-aliran dalam islam” untuk membedakan antara pendapat aliran yang satunya dengan yang lainnya. Karena saya merasa mengangkat tema yang sederhana ini hampir mulai dilupakan oleh masyarakat kita khususnya islam itu sendiri. Padahal mereka tidak tahu dan tidak bisa membedakannya.
            Keritikan dan saran atas adanya makalah/paper ini demi perkembanagn pengetahuan penulis sangat-sangat kami butuhkan. Dan sebagai kata terakhir dari saya, semoga bermanfaat bagi sipembaca dan penulis terlebih. Amien...






Prenduan, 12 januari, 2012



(      Moh. Elfan Falah   )



JANJI DAN ANCAMAN
Dalam perbuatan-perbuatan tuhan termasuk perbuatan menepeati janji dan menjalankan ancaman (Al-wa’du wa al-wa’id). Sebagaimana diketahui, janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kaum mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuatbaik; dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan.[1] Menurut’Abd al-jabar, hal ini akan membuat tuhan akan membuat tuhan mempunyai sifat berdusta.[2]
Bagi kaum Asy’ariyah paham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan tentang tidak adanya kewajiban-keawajiban bagi Tuhan. Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariyah, karena dalam Al-Qur’an dengan tegas dikatakan bahwa siapa yang berbuat baik akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mengatasi ini, kata kata arab man, allazna dan sebagainya dan menggambarkan  arti siapa, oleh al-Asy’ariyah sendiri diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian”. Dengan demikian kata “siapa” dalam ayat “barang siapa yang menelan harta anak yatim dengan cara tidak adil, maka ia sebenarnya menelan api masuk kedalam perutnya”. Mengandung arti bukan seluruh tetapi sebagian orang yang berbuat demikian. Dengankata lain yang di ancam akan mendapat hukuman, bukanlah semua orang akan tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim piatu. Yang sen Kn terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak bagian mutlak tuhan Tuhan. Dengan interpretasi demikianlah al-Asy’ariyah  mengatasi persoalan wajibnya tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.[3]
Kaum maturidiyah golongan Bukhara dalam hal ini tidak seluruhnya sepaham dengan kaum asy’ariyah. Dalam pendapat mereka, seperti yang dijelaskan oleh al-Bazdawi, tidak mungkin tuhan melanggar janji-Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, oleh karena itu nasib orang berdosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkeendak untuk memberi ampun kepada orang yang berdosa, Tuhan akan memasukkannya bukan kedalam neraka tetapi kedalam surga; dan jika Ia berkehendak untuk memberi hukuman kepadanya Tuhan akan memasukkananya kedalam neraka buat sementara atau buat selama-lamanya. Bukaan tidak mungkin bahwa Tuhan memberi ampun kepada seseorang tetapi dalam padaitu tidak memberi ampun kepada orang lain sungguhpun dosanya sama.[4]
Uraian al-Bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati janji untuk memberi upah kepada yang berbuat baik. Dengan demikian, Tuhan, dalam paham al-Bazdawi mempunyai kewajiban terhadap manusia. Pendapat ini berlawanan dengan pendapatnya yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Tuhan sekali kali tidak mempunyai kewajiba apa-apa terhadap manusia. Dari sini dapat diketahuai bahwa menurut paham al-Bazdawi kekuasaan Tuhan dan kehendak Tuhan tidaklah betul betul mutlak seperti yang dianut oleh kaum asy’ariyah, Tuhan boleh saja melanggar janji-janji-Nya. Bagi maturidiyah kaum golongan Bukhara, Tuhan tidak mungkin melanggar janji dan memberi upahkepada orang yang berbuat baik.
Kontradiksi yang terdapat dalam al-Bazdawi ini mungkin timbul dari keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tetapi dala pada ingin mempertahankan keadilan Tuhan. Mengatakan bahwa tuhan dapat memasukkan orang yang berbuat jahat kedalam surge, tidaklah bertentangan dengan rahmat Tuhan.
Golongan Samarkand dalam hal ini mempunyai pendapat yang sama dengan kaum mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa upah dan hukuman tak boleh tidak mesti terjadi kelak.[5]

PELAKU DOSA BESAR MENURUT ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM

1)      Menurut Aliran Khawarij
Pada umumnya, ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Hal ini disamping didukung oleh waatak kerasnya akibat kondisi geografis gurun pasir, juga dibangun atas dasar pemahaman tekstual nas-nas Al-Qur’an dan Hadis.[6] Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu'awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
Artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.
Pandangan pelaku dosa besar oleh subsekte khawarij,
1)      Azariqah, merupakan subsekte Khawarij yang sangat ekstrim,  mereka menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka atau yang tak sepaham dengan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.
2)      Najdah, subsekte ini hampir sama dengan Azariqah. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara continue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir.
3)      An Najdat, juga berpendapat bahwasanya orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga.
4)      Al-Muhakimat, menurut subsekte ini Ali, Muawiyah, kedua pengantarnya (amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.
5)      As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu
                        I.     Dosa yang ada sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini, pelakunya tidak dipandang kafir.
                     II.     Dosa yang tak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori ini pelakunya dipandang kafir.[7]

2)      Menurut aliran Murji’ah
Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan subsekte Khawarij, Murji’ah dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraka.

3)      Menurut aliran Mu'tazilah
Diantara kedua aliran diatas mengenai status pelaku dosa besar, perbedaannya, bila Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu'tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu'tazilah, seperti Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.

4)      Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agakanya Al-Asy’ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka
miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan Murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.

5)      Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraka, tetapi tidak kekal didalamnya.
Al-Maturidi sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik. Karenanya, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurutnya, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman.

6)      Aliran Syi’ah Zaidiyah
Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraka, jika ia belum taubat dengan taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu'tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Washil bin Atha’, mempunyai hubungan
dengan Zaid.[8]

Kesimpulan
            Pada dasarnya janji dan ancaman diatas adalah salah atu dari lima dasar dari pondasi kaum mu’tazilah.  Karena kaum mu’tazilah dekenal dengan golongan yang sangat rasionalis sekali, sehingga sampai pada janji dan ancaman Allah sekalipun di talar dengan logika mereka. Golongan mu’tazilah ini tidak sadar bahwa kekuatan daya talar mereka ada batasnya, dan kemampuanya terbatas. Namun sangat penting pula hikmah yang bisa dapat kita petik dari gologan mu’tazilah ini. Diantarany: pertama: kemauan yang sangat keras dari mu’tazilah untuk menalar dengan logika yang mereka miliki, setidaknya mereka tau bahwa betapa besar keagungan Tuhan menganugrahkan kita berupa Akal ini. Kedua: kemampuan mereka berkreasi di bidang pengetahuan baru, sehingga banyak penemuan penemuan baru yang mereka temukan dari kemampuan ilmu menalar mereka.
            Pada umumnya para pelaku dosa besar ini, menurut aliran-aliran yang ada dalm islam adalah mereka pasti ada balasannya. Karena setiap ada perbuatan pasti dipertanggung jawabkan. Namuan ada beberapa perbedaan dari aliran mereka masing-masing. Diantaranya:
1.      Aliran Khawarij. Yang dikenal dengan ke eksrimannya itu, mereka menganggap bahwa setiap mereka yang memutuskan sesuatu tidak berdasarkan yang dwahyukan Allah, maka mereka kafir. Itulah yang dipahami olongan Khawarij tentang pelaku dosa besar.
2.      Aliran Murji’ah. Ada dua golongan yang ada di Murji’ah itu sendiri. Yaitu golongan yang pendapatnya ekstrim, mereka menganggap bahwa setiap yang melakukan dosa besar akan disiksa. Yang satunya lagi, golongan yang moderat, mereka beranggapan bahwa sekalipun para pelaku dosa besar itu disiksa dalam neraka, setidaknya mereka bukan orang kafir.
3.      Aliran Mu’tazilah. Mereka berasumsi bahwa, Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu'tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir.
4.      Aliran As-‘ariyah berpendapat bahwa. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka
miliki, sekalipun berbuat dosa besar.
5.      Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya.
6.      Beda dengan aliran Syi’ah zadiyah ini, golongan ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar kekal selama-lamanya di dalam neraka.



























Penutup
                  Satu kata yang bisa saya katakana di awal penutup ini, berkaryalah selagi bisa. Makanlah sesuatu yang bisa kamu makan hingga tertelan, tapi ingat jangan sampai makanan itu membuat kamu mabuk, atau bisa berakibat fatal kepada diri kamu. Artinya lakuakanlah yang terbaik kepada dirimu sendiri apa yang menurut kamu baik. Dan berkaryalah sebanyak-banyaknya, karna orang bisa dikenal dengan tiga hal yaitu: karya bukunya, kata-kata bijaknya yang penuh dengan hikmah, dan keilmuannya. Maka dari itu, tirulah kekreatifan para golongan mu’tazilah, mereka mampu dengan kemauan mereka yang keras untuk merumuskan suatu yang abstarak menjadi yang faktual yang betul-betul rasioal.
            Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing karna telah banyak mengajarkan banyak hal kepada saya pribadi, khususnya dalam pembuatan makalah/paper ini, banyak sekali ilmu yang dapat saya ambil dari pembuatan makalah ini.
            Seperti yang saya katakana di mukadimah diatas, kritikan dan saran yang sifatnya membangun kepada saya baik itu berupa ilmu pengetahuan atau yang lainya, itu sangat-sangat saya butuhkan demi kebaikan kita bersama.dan sebagai kata terakhir saya, semoga makalah ini bermamfaat bagi yang membaca, terlebihnya bermamfaat bagi penulis.
Wassalam…wr…wb.


[1] Ilmu Kalam; Karangan Dr. Abdul Rozak, M.Ag-Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. halm; 155
[2] Al-Ushul, 135. (Teologi Islam “aliran ailiran sejarah analisa perbandingan”). Karangan; Harun Nasution. Hlm; 132
[3] Teologi Islam; (Haru Nasution) hlm;133
[4] Teologi Islam (Harun Nasution) hlm;134
[5] Teilogi islam (Harun Nasution) hlm;134
[6] Ilmu Kalam; Karangan Dr. abdul Rozak, M.Ag.-Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. hal;133  PT. Pustaka Setia, Cetakan Ke IV. Februari,2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar